Sunday, May 30, 2010

Bohong..


Ada sebuah film serial yang belakangan ini menarik perhatian saya. Sebenarnya ada beberapa film serial lagi seperti Flashforwad, NCIS: LA dan 24. Namun, yang satu ini sedikit unik dibanding ketiga film serial itu. Lie To Me, demikian judulnya. Mungkin saya sedikit telat, berhubung film seri ini sudah diputar di Amrik sana pada Januari 2009 lalu. Dan, bahkan sudah menyelesaikan season pertamanya. Tapi, berhubung saya baru belakangan mengikuti serial Lie To Me, saya pikir tidak ada salahnya saya menuliskan sedikit opini saya tentang film ini. Lagipula, walaupun ide utamanya adalah mengungkap kejahatan oleh institusi detektif federal paling kesohor di dunia, FBI, pendekatan dan upaya pengungkapan kejahatannya yang menarik bagi saya, mengungkap kebohongan.

Tokoh utama serial ini adalah Dr. Cal Lightman (Tim Roth), seorang psikiater yang memiliki kemampuan yang cukup unik, yaitu jeli dalam menganalisa microexpressions melalui Facial Action Coding System dan gerak tubuh (body language). Dalam serial ini, Dr. Lightman merupakan founder The Lightman Group, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang kerap diminta bantuan oleh aparat penegak hukum. Dr. Lightman dibantu oleh Dr. Gillian Foster (Kelli Williams) yang merupakan seorang psikiater dan rekan sejawat Dr. Lightman, Eli Loker (Brendan Hines) dan Ria Torres (Monica Raymund). Kerap kali dalam perannya lembaga yang dipimpin Dr. Lightman dibantu oleh Ben Reynolds (Mekhi Phifer).

Sebenarnya, tokoh Dr. Cal Lightman diinspirasi oleh seorang pakar psikiatri emosi individu yang terpancar dari ekspresi wajah ternama dari University of California, Dr. Paul Ekman. Sementara itu, karakter Dr. Gillian Foster diadop dari Prof. Maureen O'Sullivan, seorang profesor psikologi dari University of San Francisco.

Disini saya tidak akan mengupas tentang cerita serial Lie To Me. Cuma saya terkadang berpikir, alangkah enaknya jadi Dr. Cal Lightman. Enak karena kemampuan Dr. Lightman bukanlah hal yang mustahil, semua dapat diungkap melalui ilmu pengatahuan. Dapat dipelajari. Ide atau teori yang dibangun oleh Dr. Lightman dan rekannya sebenarnya cukup sederhana, bahwa wajah adalah ekspresi jiwa. Dan kata orang bijak, jiwa manusia tidak pernah mengingkari kebenaran.

Bohong mungkin sudah kerap dilakukan. Orang berbohong tujuannya cuma satu, menyelamatkan diri. Apapun motif dan tujuannya, bohong adalah tindakan yang paling mudah dilakukan untuk terhindar dari hal yang tidak diinginkan. Karena apa? karena berbohong adalah insting. Suatu sistem pertahanan diri alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia. Sama seperti halnya hewan karnivora yang memiliki insting pemburu.

Kita tidak dapat mengelak bahwa manusia pada dasarnya adalah pembohong. Insting berbohong itu sangat memengaruhi karakter seseorang. Asumsi saya, kemampuan berbohong akan semakin meningkat dengan semakin tingginya ilmu atau tingkat pendidikan seseorang. Manusia dengan tingkat pendidikan yang mumpuni, memiliki cara berpikir yang penuh dengan pilihan-pilihan. Pilihan yang disesuaikan dengan tujuan atau kehendaknya. Pilihan yang dapat menempatkan dirinya dalam posisi yang paling menguntungkan. Pilihan yang sangat ditentukan oleh cara berpikir logika semata.

Namun, kita seakan lupa bahwa jiwa adalah inti dari pikiran dan logika. Jiwa merupakan ekspresi sesungguhnya dari karakter manusia. Tak heran, hampir semua agama menyatakan hanya jiwa yang sesungguhnya akan kembali ke Sang Pencipta. Semakin jauh dari Sang Pencipta, semakin tertutupi jiwa oleh naluri, insting dan nafsu untuk mencari kepuasan diri semata.

No comments: