Tuesday, November 8, 2011

Terranova

Terranova

Hampir dua tahun belakangan ini, sepertinya saya tidak terlalu intens untuk mengikuti perkembangan serial TV yang dulu kerap saya nikmati. Memang, masalah waktu menjadi hambatan utama selain tentunya keletihan setelah menghabiskan waktu dengan rutinitas seharian di kantor. Namun demikian, walaupun di sela-sela waktu di rumah, terutama di saat akhir minggu, saya kerap mencoba-coba mencari serial TV yang mungkin menarik perhatian saya. Pada posting sebelumnya, serial TV yang memberikan hiburan kepada saya terakhir sekali adalah serial TV Lie To Me.

Dua minggu lalu, saat siaran EPL yang menjadi tontonan wajib saya menyajikan pertandingan yang 'kurang' menarik, saya mengalihkan tayangan ke sebuah stasiun TV yang memang saat getol menayangkan sajian hiburan film serial. Kebetulan ada sebuah film serial baru yang di tayangkan kembali (encore) dua episode perdananya, yaitu Terranova.

Film ini menarik bagi saya tentu saja karena ada Steven Spielberg sebagai produsernya. Saya yakin, Spielberg adalah sosok yang cukup punya kualitas dalam memeroduseri setiap film. Contoh, serial miniseri Bands of Brothers yang bagi saya pribadi, ini masih merupakan miniseri yang menjadi favorit saya.

Cerita Terranova sendiri bagi saya tidak terlalu menjadi istimewa secara sekarang sudah cukup banyak jenis film yang plot ceritanya masih seputar masa mendatang ini. Satu hal yang membedakan adalah ketika orang-orang dimasa mendatang itu, 2149, mengahadapi kenyataan bahwa bumi dan tata surya serta ledakan populasi manusia tidak lagi memberikan kenyamanan bagi kehidupan. Menghadapi kenyataan ini, Pemerintah memutuskan untuk memanfaatkan adanya keberhasilan para ilmuwan yang menciptakan transporter yang menembus ruang dan waktu. Perjalanan menembus waktu ini dapat dilakukan hingga ke jaman prehistoric 85 juta tahun yang lalu, yang diberi nama Terranova.

Cerita perjalanan perjuangan hidup manusia untuk menata kembali kehidupan di masa lalu dalam Terranova ini difokuskan pada keluarga James 'Jim' Shannon. Jim merupakan sosok ayah yang sangat melindungi keluarganya. Ia adalah seorang polisi, namun akibat 'melecehkan' seorang petugas Pengendali Populasi dengan memiliki anak ketiga, ia harus rela menjalani hukuman enam tahun penjara. Namun, dua tahun mendekam di penjara, Jim dengan dibantu oleh istrinya, Elisabeth Shannon seorang dokter ahli bedah trauma, berhasil menyusup masuk dan mendampingi istri dan tiga anaknya sampai di Terranova.

Di Terranova sendiri, manusia-manusia dari masa depan ini mendirikan koloni yang bertujuan untuk 'menata kembali' peradaban manusia dan mencoba melakukan 'perdamaian' dengan alam, bahkan dengan dinisaurus karnivora sekalipun! Setiap orang dalam koloni memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga memberikan manfaat bagi koloni untuk mencegah dampak perilaku dan kebiasaan manusia yang dapat memengaruhi kelangsungan alam.Dan sepertinya inilah, menurut dugaan saya, yang akan menjadi tema utama dari film seri ini.

Sejak kecil, saya sudah berkali-kali menonton tema film seperti ini, manusia menciptakan teknologi yang bisa menembus batas ruang dan waktu. Persoalannya adalah, cita-cita dan kerinduan manusia di masa lalu telah mengakibatkan posisi mereka pada waktu saat ini. Memang, setiap tindakan, perilaku dan apa pun yang kita lakukan, pasti akan berdampak pada kehidupan kita di masa yang akan datang. Ini merupakan hukum keniscahyaan, pasti. Ada sebab, maka ada akibat, demikian aliran positivis mengungkapkan hukum keniscahyaan itu.

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat ini juga membuktikan, konsekuensi perilaku manusia yang hanya berpikir sesaat dan tidak mempertimbangkan dampaknya di masa mendatang, tentu akan semakin menyulitkan kehidupan bagi manusia yang akan hidup di masa mendatang. Bahkan tidak jarang, setiap tindakan yang dilakukan tidak memikirkan dampak atau konsekuensi yang akan terjadi di masa datang. Kalau itu yang terjadi, sepertinya Terranova tidak perlu menunggu sampai 2149, mungkin cukup dua atau tiga tahun lagi kita harus bergegas mencari jalan untuk kembali di masa lalu.... Hmmm

Monday, September 13, 2010

Perginya Seorang Sahabat...

Akhir Ramadhan 1431 H lalu, sekitar pukul 14.00 WIB di saat saya sedang duduk bersantai menikmati berita di salah satu stasiun TV, selular saya berdering. Seorang teman dekat yang saat ini bertugas di Medan mengabarkan suatu berita yang buat saya sangat tidak mengenakkan sekaligus mengejutkan saya. Betapa tidak, ia memberikan kabar bahwa salah seorang teman di tempat saya bertugas saat ini, mengalami insiden kecelakaan. Ia bersama 6 orang penumpang lainnya meninggal dunia di tempat kejadian. Sontak, pada saat bersamaan, di televisi juga sedang mengabarkan berita itu.

Tidak pernah terpikir oleh saya bahwa 7 korban kecelakaan itu salah satunya adalah seorang kawan. Kawan yang saya kenal saat sama-sama mulai bekerja di sini sejak tahun 2002. Seorang kawan yang sangat jarang saya dapati raut mukanya cemberut, bahkan saya kerap mengatakan hidupnya selalu tidak ada masalah berat karena raut mukanya yang selalu tersenyum. Bercanda merupakan salah satu yang cukup melekat dipikiran saya apabila saya mengingat sosok seorang Yudha Setiawan, kawan saya ini.

Sejak tahun 2004 lalu, ia dan beberapa teman ditugaskan di salah satu kantor di Propinsi Sumatera Utara. Dan, pada tahun 2007 lalu ia ditugaskan pada kantor di kota Medan, yang mensyaratkan adanya assessment untuk dapat diterima di kantor itu. Ia merupakan salah satu karyawan atau pegawai terbaik yang pernah dimiliki oleh instansi tempat saya bekerja. Seorang kawan yang sangat jarang mengeluh, walaupun pada saat bertemu dengan saya pada akhir 2009 lalu, ia mengutarakan keinginan untuk kembali ke Jakarta. Namun, ia tidak mengeluh dan keinginan itu tidak menjadi kenyataan. Ia telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Ia meninggalkan seorang istri dan 3 orang anak yang masih kecil.

Yudha, selamat jalan kawan.. semoga segala apa yang engkau perbuat selama ini menjadi amal dan kebaikan bagi mu di sisi-Nya dan meretas jalan syurga bagi dirimu.. Sekali lagi, selamat jalan kawanku..

Wass.

Monday, July 12, 2010

(Bukan) Gara-gara Nila Setitik...

Setiap hari saya selalu sempatkan untuk membuka sebuah situs berita online. Sekedar update berita atau informasi ringan lainnya. Senin lalu (12/7) saya tertuju pada satu artikel tentang banyaknya kesalahan atau lazimnya dikenal dengan bloopers dari banyak film-film ternama Hollywood. Dan daftar itu memuat cukup banyak bloopers yang mungkin hampir seluruh film pernah mengalaminya. Daftar itu menempatkan film "Iron Man 2" sebagai film yang paling banyak melakukan bloopers, dan cukup banyak film-film box office lainnya yang juga didapati melakukan hal yang sama. Sebut saja, 'Shutter Island' yang dibintangi Leonardo Di Caprio, 'The A Team (Liam Neeson), dan 'Alice in Wonderland' (Johnny Depp).

Sebagai penikmat film, tentu saja saya sangat mahfum dengan hal ini. Cukup banyak film yang saya tonton sering kali melakukan hal-hal seperti itu. Kita mungkin bertanya-tanya, seorang sutradara/produser film sekaliber Steven Spielberg apakah mungkin melakukan bloopers seperti itu? Dan ternyata, jawabannya iya. Dalam 'Jurassic Park' dan 'Indiana Jones', bloopers dijumpai dan ternyata tidak mengganggu jalannya film atau malah menjadi salah satu film yang cukup berhasil dari sisi komersial.
Kenapa bloopers kerap terjadi? Bukankah dalam proses pembuatan film sebelum dirilis akan melalui sebuah proses editing atau apapun namanya (karena saya bukan orang berkecimpung di dunia perfilman)? Lalu, kenapa hal ini terjadi?

Bagi orang awam, termasuk saya, tentu sangat mudah menilai bahwa toh kesalahan itu bukanlah segala-galanya.. Yang penting adalah kesalahan itu tidak mengganggu kenyamanan saya menikmati film. Yang penting kesalahan itu tidak mengurangi kualitas film baik akting pemain, jalan cerita dan overall, film itu memenuhi ekspektasi saya. Toh, tidak semua orang pada saat menonton film itu langsung menyadari kekeliruan (bloopers) itu terjadi. Kebanyakan bloopers baru muncul setelah film itu dirilis, dan pada saat itu, walapun banyak terjadi bloopers, tidak mengurangi kepuasan orang-orang yang sudah menontonnya atau malah tetap akan menontonnya kembali di lain kesempatan.

Hal ini cukup menarik buat saya, terutama bila “bloopers” itu terjadi di dunia nyata. Hal yang terjadi adalah sebaliknya. Kerap kali, seseorang yang menurut publik cukup mumpuni dan memiliki kemampuan lebih serta sangat disanjung, akibat “bloopers”, ia mendapatkan sebaliknya. Tidak lagi dihormati, dicerca atau bahkan dikecam habis-habisan. Apa yang ia sudah lakukan dan hasil kerjanya yang sudah banyak dipuji orang, tidak lagi membekas. Hilang. Yang ada hanya kecaman dan hujatan serta kesalahan atau bloopers tadi yang akan terus diingat oleh orang banyak dan kemudian kita enggan untuk mengakui kelebihan yang sudah pernah ia lakukan. Apakah memang sudah begini hukum alamnya?

Entahlah, cuma yang pasti (bukan) gara-gara nila setitik….
Jakarta, 12 Juli 2010